Rukun Syahadah ada empat perkara:
PERTAMA
Mengisbatkan ada Zat Allah Ta'ala. Mengesakan Allah, dia sajalah yang wujud sedia ada. Zat itu adalah
rahsia Allah tidak ada yang boleh menggambarkan, menceritakan atau mensyaratkan. Dari dia semua
makhluk dijadikan dengan kehendaknya seperti Arsy Allah, Kalam, Luh Mahfuz, Syurga dan neraka,
7 tingkat langit, dunia dan segalanya.KEDUA
Mengisbatkan ada Sifat Allah Ta'ala. Menyedari bahawasanya tidak akan terjadi sesuatu melainkan
terjadinya didahului dengan sifat Allah. Dialah yang maha Wujud, telah sedia ada, kekal, bersalahan
dengan sekalian makhluk dan tidak berhajat kepada makhluk. Allah maha mendengar, melihat, berkata-
kata maka bersaksi bahawa melihatnya mata kita ini bukan disebabkan mata tetapi disebabkan sifat
Bashar Allah. Mendengarnya telinga ini bukan kerana telinga tetapi disebabkansifat Sama`a Allah.
Berdiri, bergerak, melakukan ibadah dan segalanya adalah dengan sifat Qudrat Allah. Dengan itu
janganlah kita sekali-kali berasa bangga, berasa pandai, berasa kuatnya diri ini padahal semuanya adalah
dengan kehendak Allah (Iradat Allah).
KETIGA
Mengisbatkan asma dan `afal (Perbuatan) Allah Ta'ala. Setiap sesuatu yang berlaku adalah disebabkan
`afal Allah. Makhluk tidak mampu menyembuhkan penyakit. Tidak mampu memberi rezki, tidak \
mampu mematikan atau menghidupkan.
Kita ambil contoh bila kita ditimpa penyakit. Kemudian kita makan ubat. Setelah itu sembuh. Yang
menyembuhkan itu bukanlah ubat tetapi dengan adanya `afal Allah dari asmanya Ar-Rahim.
Kita juga selalu mengharapkan sesuatu dari orang, contoh dalam hal gaji. Dalam kepala dah tertanam
yang bagi gaji itu adalah syarikat atau kerajaan atau bos. Tetapi sebenarnya ianya adalah disebabkan
'afal Allah dari sifat asmanya Al-Razzaq dialah yang memberi rezki.
Yang memotong itu bukan pisau tetapi Al-Aziz. Yang menggerakkan kenderaan itu bukan enjin tetapi
Al-Muqtadir dan yang menghidupkan enjin dengan pembakaran minyak ialah Al-Qadir Yang Maha
Berupaya. Yang mengenyangkan dan menghilangkan dahaga adalah dengan afalnya dari asmanya
Al-Muhyi Yang Maha Menghidupkan. Kalau kita ditimpa musibah, masaalah tidak ada selain kerana
'afalnya dari asmanya Al-Muntaqim.
Sekarang kita nampak tak disini. Kemana perginya diri kita atau makhluk tadi? Semuanya lenyap
dalam 'afal dan asma Allah. Inilah yang dinamakan matikan diri kamu sebelum kamu mati.
Apabila kita kenal sifat, asma dan afal Allah, hilanglah perasaan marah, hasad, dengki, menyalahkan
sesuatu, dendam, bangga dengan diri sendiri, meninggi diri, menunjuk-nunjuk dan banyak lagi sifat-
sifat keji yang dah terbuku didalam hati kita.
Siapa lagi nak dimarah kalau gaji dibayar lambat? Siapa lagi nak dipersalahkan kalau berubat kesana
sini tidak juga sembuh-sembuh, mekanik mana nak dimaki kalau enjin kereta kita rosak lagi ditengah
jalan.
Sebab itu lah Allah terangkan :
"Dan orang-orang yang sabar karena mencari keredhaan Tuhannya, mendirikan solat, dan
menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-
terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat
kesudahan (yang baik) (Al-Rad : 22)
Maka dari situlah datangnya sifat sabar barulah terpancar keimanan bila adanya kesabaran tadi.
"Apakah kamu mengira bahawa kamu akan masuk syurga, pada hal belum nyata bagi Allah
orang-orang yang berjihad di antara kamu dan belum nyata orang-orang yang bersabar.”
(Al Imran: 142)
"Patutkah manusia menyangka Bahawa mereka akan dibiarkan Dengan hanya berkata: Kami
telah beriman padahal mereka masih lagi belum diuji. Dan sesungguhnya kami telah menguji
mereka yang telah terdahulu maka sesungguhnya Allah telah mengetahui siapakah yang benar
iman mereka dan mereka yang berdusta. – (Al Ankabut ayat 2-3)
Dan tidaklah beriman lagi seseorang itu selagi belum diuji Allah. Dengan ujianlah juga kita dapat
merasakan betapa ujudnya Allah, meneguhkan iman dan kesaksian syahadah kita.
KEEMPAT
Mencintai Rasullulah dan menetapkan dan meyakini bahawa agama yang dibawa
Rasulullah adalah benar serta menjadikan Rasullullah sebagai contoh akhlak didalam apa jua yang
dilakukan seharian. Sebagai manusia yang mempunyai jasad, tidak lengkaplah syadah jika mencintai
makhluk yang lain lebih dari mencintai Rasullullah.
Mencontohi 4 sifat rasullullah yang utama iaitu : Siddiq – Berkata benar, Fatonah – cerdas,
Tabligh – Menyampaikan, Amanah – Dipercayai.
Mencintai Rasullullah
Pada suatu hari ketika Rasulullah saw sedang berbincang-bincang dengan para sahabatnya, seorang
pemuda datang mendekati Rasul sambil berkata, “Ya Rasulullah, aku mencintaimu.” Lalu Rasulullah saw
berkata: “Kalau begitu, bunuh bapakmu!” Pemuda itu pergi untuk melaksanakan perintah Nabi.
Kemudian Nabi memanggilnya kembali seraya berkata, “Aku tidak diutus untuk menyuruh orang berbuat
dosa.” Aku hanya ingin tahu, apa betul kamu mencintai aku dengan kecintaan yang sesungguhnya?”
Tidak lama setelah itu, pemuda ini jatuh sakit dan pingsan. Rasulullah saw datang menjenguknya.
Namun pemuda itu masih dalam keadaan tidak sedar. Nabi berkata, “Nanti kalau anak muda ini
bangun, beritahu aku.” Rasululah saw kemudian kembali ke tempatnya. Lewat tengah malam pemuda itu
bangun. Yang pertama kali ia tanyakan ialah apakah Rasulullah saw telah berkunjung kepadanya.
Diceritakanlah kepada pemuda itu bahwa Rasulullah saw bukan saja berkunjung, tapi beliau juga
berpesan agar diberitahu jika pemuda itu bangun. Pemuda itu berkata, “Tidak, jangan beritahukan
Rasulullah saw. Bila Rasulullah harus pergi pada malam seperti ini, aku kuatir orang-orang Yahudi akan
mengganggunya di perjalanan.” Segera setelah itu, pemuda itu menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Pagi hari waktu subuh, Rasulullah saw diberitahu tentang kematian pemuda itu. Rasul datang melayat
jenazah pemuda itu dan berdo’a dengan do’a yang pendek tetapi sangat menyentuh hati, “Ya Allah,
sambutlah Thalhah di sisi-Mu, Thalhah tersenyum kepada-Mu dan Engkau tersenyum kepadanya.”
Dengan hal itu Nabi menggambarkan kepada kita, bahwa orang yang mencintainya akan dido’akan oleh Nabi untuk berjumpa dengan Allah swt. Allah akan ridha kepadanya dan dia ridha kepada Allah,
Radhiyyatan Mardhiyyah. Dia tersenyum melihat Allah dan Allah tersenyum melihatnya.
"Sesungguhnya telah datang kepada kamu seorang Rasul dari golongan kamu sendiri
(iaitu Nabi Muhammad s.a.w), Yang menjadi sangat berat kepadanya sebarang kesusahan Yang
ditanggung oleh kamu, Yang sangat tamak (inginkan) kebaikan bagi kamu, (dan) ia pula
menumpahkan perasaan belas serta kasih sayangnya kepada orang-orang Yang beriman.
(At-Taubah 128)
Fakhrur Razi menjelaskan ada empat sifat Nabi yang tergambar dalam Surat At-Taubah ayat 128.
Pertama, Min Anfusikum, dari kalanganmu sendiri. Nabi berasal dari sesama manusia seperti kamu.
Nabi yang datang itu bukanlah Nabi yang datang sebagai makhluk ghaib, tapi Nabi yang datang dari
tengah-tengah manusia. Bahkan Nabi diperintahkan untuk berkata bahwa baginda adalah manusia
seperti kita semua, seperti dalam ayat
"Katakanlah (Wahai Muhammad): "Sesungguhnya Aku hanyalah seorang manusia seperti kamu,
diwahyukan kepadaKu Bahawa Tuhan kamu hanyalah Tuhan Yang satu; oleh itu, sesiapa Yang
percaya dan berharap akan pertemuan Dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal Yang
soleh dan janganlah ia mempersekutukan sesiapapun Dalam ibadatnya kepada Tuhannya".
(Al_kahfi : 110)
Rasulullah adalah manusia biasa. Kalau terkena panas matahari, berkeringat kulitnya. Kalau terkena
anak panah, berdarah tubuhnya. Ia bukan manusia istimewa dari segi jasmaniahnya, ia pun merasakan
lapar dan dahaga. Al-Qur’an menegaskan bahwa kehidupan rasulullah itu sama seperti kehidupan
manusia biasa. Nabi dapat merasakan kepedihan dan penderitaan seperti manusia biasa yang
mendapatkan musibah.
Dalam qira’at Min Anfasikum, diterangkan bahwa kata Anfas mengandung arti yang paling mulia. Jadi
ayat ini berarti, “Sudah datang di antara kamu seorang Rasul yang paling mulia.” Artinya Rasulullah diakui
kemuliaannya, bahkan sebelum Rasul membawa ajaran Islam. Dia adalah orang yang paling baik di
tengah-tengah masyarakatnya dilihat dari segi akhlaknya. Sebagian orang ada yang menyebutkan bahwa
Rasul berasal dari kabilah yang paling baik. Jadi sifat pertama nabi adalah paling mulia akhlaknya, sampai
orang-orang di sekitarnya memberi gelar Al-Amin, orang yang terpercaya.
Sifat kedua rasulullah ialah, berat hatinya melihat penderitaan umat manusia. Para ahli tafsir mengatakan yang dimaksud dengan berat hati Nabi ialah kalau manusia membuat kerosakan. Dalam sebuah hadits, diriwayatkan bahwa sampai sekarang Rasulullah masih dapat melihat perbuatan-perbuatan kita dan Rasul menderita jika melihat kita berbuat dosa. Karena beliau sangat ingin supaya kita memperoleh petunjuk
Allah. Bahkan Rasul sampai bersujud di hadapan Allah agar diizinkan untuk dapat memberi syafaat
kepada umatnya.
Jalaluddin Rumi bercerita dalam salah satu syairnya yang dibukukan dalam Al-Matsnawi tentang Rasulullah saw. Pada suatu hari di masjid, serombongan kafir dating yang untuk bertamu Rasulullah. Mereka berkata, “Kami ini datang dari jauh, kami ingin bertemu engkau, Ya Rasulullah.” Lalu Rasul mengantarkan para tamu tersebut kepada para sahabatnya. Salah seorang kafir yang bertubuh besar seperti raksasa tertinggal di mesjid, karena tidak ada seorang sahabat pun yang mau menerimanya. Dalam syair itu disebutkan, ia tertinggal di mesjid seperti tertinggalnya hampas di dalam gelas. Mungkin para sahabat takut menjamu dia, karena membayangkan harus menyediakan bekas yang sangat besar.
Lalu Rasulullah membawa dan menempatkannya di sebuah rumah. Dia diberi jamuan susu dengan mendatangkan tiga ekor kambing dan seluruh susu itu habis diminumnya. Dia juga menghabiskan makanan untuk lapan belas orang, sampai orang yang ditugaskan melayani dia jengkel. Akhirnya petugas itu menguncinya di dalam. Tengah malam, orang kafir itu menderita sakit perut. Dia hendak membuka pintu tapi pintu itu terkunci. Ketika rasa sakit tidak tertahankan lagi, akhirnya orang itu mengeluarkan kotoran di rumah itu.
Setelah itu, ia merasa malu dan terhina. Seluruh perasaan bergolak dalam pikirannya. Dia menunggu sampai menjelang subuh dan berharap ada orang yang akan membukakan pintu. Pada saat subuh dia mendengar pintu itu terbuka, segera dia lari keluar. Yang membuka pintu itu adalah Rasulullah saw.
Rasulullah tahu apa yang terjadi kepada orang kafir itu. Ketika Rasul membuka pintu itu, beliau sengaja bersembunyi agar orang kafir itu tidak merasa malu untuk meninggalkan tempat tersebut.
Ketika orang kafir itu sudah pergi jauh, dia teringat bahwa azimatnya tertinggal di rumah itu. Jalaluddin Rumi berkata, “Kerasukan mengalahkan rasa malunya. Keinginan untuk memperoleh barang yang berharga menghilangkan rasa malunya.” Akhirnya dia kembali ke rumah itu.
Sementara itu, seorang sahabat membawa tikar yang dikotori oleh orang kafir itu kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, lihat apa yang dilakukan oleh orang kafir itu!” Kemudian Rasul berkata, “Ambilkan wadah, biar aku bersihkan.” Para sahabat meloncat dan berkata, “Ya Rasulullah, engkau adalah Sayyidul Anâm. Tanpa engkau tidak akan diciptakan seluruh alam semesta ini. Biarlah kami yang membersihkan kotoran ini. Tidak layak tangan yang mulia seperti tanganmu membersihkan kotoran ini.” “Tidak,” kata Rasul, “ini adalah kehormatan bagiku.” Para sahabat berkata, “Wahai Nabi yang namanya dijadikan sumpah kehormatan oleh Allah, kami ini diciptakan untuk berkhidmat kepadamu. Kalau engkau melakukan ini, maka apalah artinya kami ini.”
Begitu orang kafir itu datang ke tempat itu, dia melihat tangan Rasulullah saw yang mulia sedang membersihkan kotoran yang ditinggalkannya. Orang kafir itu tidak sanggup menahan emosinya. Ia memukul-mukul kepalanya sambil berkata, “Hai kepala yang tidak memiliki pengetahuan.” Dia memukul-mukul dadanya sambil berkata, “Hai hati yang tidak pernah memperoleh pancaran cahaya.” Dia bergetar ketakutan menahan rasa malu yang luar biasa. Kemudian Rasul menepuk bahunya menenangkan dia. Disingkatkan cerita, orang kafir itu masuk Islam.
Begitulah Rasullullah sanggunp membersihkan sendiri kotoran yang ditinggalkan orang melambangkan seolah kedatangan Rasul adalah untuk membersihkan kotoran dan noda-noda yang ada didunia ini.
Sifat ketiga Rasullullah saw, ialah bahawa sangat ingin agar kaum muslimin memperoleh kebaikan. Ingin memberikan petunjuk kepada umatnya. Keinginan untuk memberikan petunjuk kepada kita begitu besar, sehingga Rasul bersedia memikul seluruh penderitaan dalam berdakwah.
Adapun sifat keempat Rasulullah saw, ialah bahwa beliau sangat penyantun dan penyayang kepada kaum mukminin. Menurut para ahli tafsir, belum pernah Allah menghimpunkan dua nama-Nya sekaligus pada nama seorang nabi, kecuali kepada Nabi Muhammad saw. Nama yang dimaksud ialah nama Raufur Rahim.
Raufur Rahim itu adalah nama Allah. Menurut sebagian ulama, Raufun artinya penyayang dan Rahim artinya pengasih. Menurut sebagian ahli tafsir, nama itu berarti sifat Nabi yang penyayang tidak hanya kepada orang yang taat kepadanya, tapi juga penyayang kepada orang yang melakukan dosa. Nabi melihat amal kita setiap hari. Beliau berduka cita melihat amal-amal kita yang buruk.
Dalam riwayat yang lain, Rasul itu Raufun Liman Ra’ah, Rahimun Liman Lam Yarah. Artinya, Rasul itu penyayang kepada orang yang pernah berjumpa dengannya dan juga penyayang kepada orang yang tidak pernah berjumpa dengannya. Suatu hari Rasul berkata, “Alangkah rindunya aku untuk berjumpa dengan ikhwani.” Para sahabat bertanya, “Bukankah kami ini ikhwanuka.” “Tidak,” jawab Rasul, “kalian ini sahabat-sahabatku. Saudara-saudaraku adalah orang yang tidak pernah berjumpa denganku, tapi membenarkanku dan beriman kepadaku.”
Di dalam Tafsir Al-Darrul Mantsur, diriwayatkan sebagai berikut, “Berbahagialah orang yang beriman kepadaku, padahal tidak pernah berjumpa denganku.” Rasul menyebutnya sampai tiga kali. Rasul juga sayang bukan hanya kepada orang Islam saja, tetapi juga kepada orang yang bukan islam.
Diriwayatkan bahwa ketika Rasul berdakwah di Thaif, Rasul dilempari batu sehingga tubuhnya berdarah. Kemudian Rasul berlindung di kebun Uthbah bin Rabi’ah. Rasul berdoa dengan doa yang sangat mengharukan. Rasul memanggil Allah dengan ucapan, “Wahai yang melindungi orang-orang yang tertindas, kepada siapa Engkau akan serahkan aku, kepada saudara jauh yang mengusir aku?” Kemudian datang malaikat Jibrail dan berkata: “Ya Muhammad, ini Tuhanmu menyampaikan salam kepadamu. Dan ini malaikat yang mengurus gunung-gunung, diperintah Allah untuk mematuhi seluruh perintahmu. Dan dia tidak akan melakukan apapun kecuali atas perintahmu.” Lalu malaikat dan gunung berkata kepada Nabi, “Allah memerintahkan aku untuk berkhidmat kepadamu. Jika engkau mau, biarlah aku jatuhkan gunung itu kepada mereka.” Namun Nabi berucap, “Hai malaikat dan gunung, aku datang kepada mereka karena aku berharap mudah-mudahan akan keluar dari keturunan mereka orang-orang yang mengucapkan kalimat laila haillallah.” Nabi tidak mau meminta azab kepada mereka bahkan berharap kalau pun mereka tidak beriman, keturunan mereka nanti akan beriman. Kemudian berkata para malaikat dan gunung, “Engkau seperti disebut oleh Tuhanmu, sangat penyantun dan penyayang.”
Kasih sayangnya tidak terbatas kepada umatnya. Perasaan cinta kita kepada Nabi tidak sebanding dengan besarnya kecintaan Nabi kepada kita semua.
Kecintaan Nabi terhadap orang-orang yang menderita begitu besar. Menurut Siti Aisyah, Nabi tidak makan selama tiga hari berturut-turut dalam keadaan kenyang. Ketika Aisyah bertanya apa sebabnya, Nabi menjawab, “Selama masih ada ahli shufah —orang-orang miskin yang kelaparan di sekitar masjid— saya tidak akan makan kenyang.” Dan itu tidak cukup hanya pada saat itu, Nabi juga memikirkan umatnya di kemudian hari. Beliau khawatir ada umatnya yang makan kenyang sementara tetangga di sekitarnya kelaparan.
Karena itu, Nabi berpesan, “Tidak beriman kamu, jika kamu tidur dalam keadaan kenyang sementara tetanggamu kelaparan.” Nabi pun mengatakan, “Orang yang senang membantu melepaskan penderitaan orang lain, akan senantiasa mendapat bantuan Allah swt.” Itulah empat sifat Rasulullah kepada umatnya, yang sangat luar biasa.
Marilah kita kenang kecintaan Rasulullah yang agung kepada kita dan bandingkanlah apa yang membuktikan kecintaan kita kepadanya. Sekarang kita bertanya, sudah sejauh mana kita mengikuti sunnah Rasulullah saw seperti yang dirukunkan didalam dua kalimah syahadah. Dapatkah akhlak kita seperti akhlak Nabi sebagaimana yang disebut dalam surat Al-Taubah 128? Bagaimana kita dapat ikut merasakan penderitaan orang-orang di sekitar kita? Bagaimana kita menjadi orang yang berusaha agar orang- orang lain itu hidup bahagia dan memperoleh petunjuk Allah? Bagaimana kita menumbuhkan sikap Raufur Rahim di dalam diri kita seperti Rasulullah saw contohkan kepada kita?
Marilah kita sebarkan kecintaan kepada Rasulullah saw di dalam diri kita, keluarga kita, dan pada masyarakat di sekitar kita. Yang harus selalu kita ingatkan pada diri kita adalah misi mencintai Rasulullah yang paling utama, yaitu misi akhlak yang mulia. Tidak ada artinya menisbahkan diri kita kepada Rasulullah saw tanpa memelihara akhlak yang mulia. Hendaknya kita selalu malu untuk mengucapkan selawat kepada junjungan kita, sementara didada kita penuh dengan dosa dan maksiat. Kita telah mengotori ajaran Rasulullah saw dengan akhlak buruk kita.
Diriwayatkan daripada Saidina Hasan bin Ali r.a, saya bertanya bapa saudara saya, Hindun b. Abi Halah, beliau adalah seorang yang pandai menyifatkan tentang diri Rasulullah, aku berkata: beritahu aku tentang sifat-sifat percakapan Rasulullah. Maka beliau berkata: Adalah Rasulullah…
Pertama
Hatinya sentiasa berdukacita dan sedih sambil mukanya sering menzahirkan kegembiraan. (Hanya orang yang berdekatan dengannya akan merasai kesedihannya)
Kedua
Beliau adalah orang yang sentiasa berfikir. (Tentang ummatnya)
Ketiga
Beliau ialah orang yang tidak pernah berehat melainkan sentiasa bekerja kepada Ummat. (Pernah suatu ketika Saidatina Aisyah r.a menyuruh baginda tidur lalu baginda berkata bagaimana aku hendak lelapkan mata jika hati ini sentiasa jaga?)
Keempat
Beliau banyak mendiamkan diri darpada berkata-kata. (Beliau pernah berkata: Sesiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat maka katakanlah kalam-kalam yang baik atau diam)
Kelima
Beliau tidak bercakap pada perkara yang tidak berhajat kepadanya. (Perkatannya adalah tidak bercampur perkara-perkara yang lagha dan tidak penting seperti firman Allah : “Dia tidak bercakap mengikut nafsu, ianya tidak lain melainkan wahyu yang diturunkan”)
Keenam
Dia memulakan dan mengakhiri kalamnya dengan nama Allah. (Seperti sabdanya: setiap perkara yang baik jika tidak dimulakan dengan basmalah maka perkara itu terpotong – kurang keberkatan)
Ketujuh
Dia berkata dengan perkataan yang sedikit tetapi mempunyai banyak makna.
Kelapan
Percakapannya terputus-putus atau satu, satu. Tiada lebih dan tiada kurang padanya.
Kesembilan
Tidak ada pada kata-katanya perkataan yang kasar malah menghina orang lain.
Kesepuluh
Beliau sentiasa membesarkan nikmat Allah walaupun kecil dan halus.
Kesebelas
Beliau tidak pernah mencela, walaupun benda itu dirasainya dan tidak juga selalu memuji.
Keduabelas
Dunia tidak pernah membuatkan dia marah, malah tiada tempat bagi dunia di sisinya.
Ketigabelas
Apabila kebenaran dinodai maka tiada seorang pun yang boleh menyekat kemarahannya sehingga dia memenangkan kebenaran tersebut.
Keempatbelas
Dia tidak pernah marah untuk hajat dirinya dan tidak pernah memenangkan sesuatu untuk dirinya.
Kelimabelas
Jika dia menunjukkan sesuatu dia menggunakan keseluruhan jarinya.
Keenambelas
Apabila dia marah, Dia akan berpaling tubuhnya daripada perkara yang membuatkan dia marah.
Ketujuhbelas
Apabila dia gembira dia menundukkan kepalanya.
Kelapanbelas
Ketawanya yang paling besar (kuat) adalah dengan tersenyum. (Diriwayatkan pernah baginda tersenyum hingga menampakkan giginya, lalu terpancarlah cahaya ke dinding-dinding tempat tersebut)